UPGRIS Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional

Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh manusia sejak ia dilahirkan. Bahasa ibu menjadi komunikasi manusia di era pertumbuhan. Dengan begitu, bahasa ibu menjadi bahasa yang tak hanya berguna sebagai komunikasi semata. Bahasa ibu juga memiliki nilai-nilai kasih sayang karena di dalamnya biasa dipakai seorang ibu kepada anak-anaknya. Bahasa ibu menjadi bahasa pertama penyampaian pendidikan dasar bagi seorang manusia. Dan bahasa ibu, biasanya tak lain adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat berdasarkan masing-masing tempat. Misalnya, seorang yang lahir di daerah pesisir Jawa Tengah, tentu saja akan dibesarkan dengan komunikasi menggunakan bahasa asli daerah tersebut, sebut saja Jawa Ngapak, Jawa Pesisiran, atau Jawa Tegalan. Padahal, Indonesia sendiri memili sekitar 742 bahasa daerah yang keseluruhannya memiliki pengucap di masing-masing daerah, yang lambat laun berkurang pengucapnya.

Namun, dari tahun ke tahun, bahasa ibu pelahan mulai berkurang penggunanya. Bahasa ibu mulai jarang digunakan karena faktor keluarga, pendidikan, juga pergaulan. Di ranah keluarga, kadang banyak orangtua yang terlalu besar memberikan harapan kepada anaknya agar bisa mampu berbahasa Indonesia atau Inggris sejak dini. Orangtua merasa bangga jika anaknya yang mahir bahasa asing sajak kecil. Padahal, dalam sistem pendidikan kita sudah diatur kapan sebaiknya seorang anak mulai mempelajari bahasa kedua (Indionesia) dan ketiga (misalInggris). Kedua, faktor pendidikan. Banyak sistem pengajaran di kelas yang sudah tidak menggunakan bahasa pengantar menggunakan bahasa ibu menurut masing-masing daerah. Rata-rata bahasa pengajaran menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya, dengan gharapan agar mudah menyampaikan materi. Padahal, sebenarnya bahasa ibu penting digunakan, terutama pendidikan dasar. Semisal penggunaan bahasa Jawa alus untuk anak-anak SD di Jawa. Ketiga adalah pergaulan. Anak cenderung berbahasa mengikuti apa yang dipakai oleh teman-temannya. Tak jarang, anak-anak terpengaruhi berkata-kata jorok karena terpengaruh teman-temannya. Begitu pula dengan penggunaan bahasa ibu. Anak yang lahir di desa dan dibesarkan di kota besar cenderung akan mengikuti bahasa pergaulan di kota ketimbang bahasa asli ibunya.

Atas dasar pelbagai pertimbangan di atas, Universitas PGRI Semarang berkomitmen untu menjaga penggunaan bahasa ibu sebagai kekayaan budaya dan bangsa yang patut dipertahankan. Wujudnya adalah dengan menyelenggarakan Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang pada tanggal 21 Februari 2017 di Gedung Balairung Universitas PGRI Semarang. Acara ini diisi dengan pelbagai penampilan mahasiswa dari pelbagai daerah, serta lomba-lomba untuk tingkat pelajar dan SMA/ sederajat. Dalam acara tersebut hadir pula perwakilan dari Perantara (Persaudaraan Antar Etnis Nusantara) Jateng dan Kepala Balai Bahasa Provinsi Jateng Drs Pardi MHum.

Adapun yang dilombakan adalah Lomba Macapat dengan peserta 44, Lomba Menari Tari Kreasi 19, Lomba Dongeng 19. Keseluruhan lomba itu diikuti oleh hampir seluruh perwakilan sekolah di Jawa Tengah. Berikut para peraih juara lomba tersebut: Macapat Putra Juara 1 Aldy Pratama (SMA N 1 Wonogiri) Juara 2 Muhammad Nur Roosyid (SMK N 5 Semarang) Juara 3 Madu Sudomo (SMK N 6 Semarang) Macapat Putri Juara 1 Kartika Ragil Nastiti (SMA N 2 Batang) Juara 2 Ayik Almaratussakhomah (SMA N 1 Grobogan) Juara 3 Alfina Hidayatust Sania (SMK N 1 Semarang) Pemenang Lomba Menari Jawa Kreasi Juara I tari: tim SMAN 7 Smg Juara II: tim SMAN 1 Comal Juara III: tim SMAN 5 Semarang.

Dalam kesempatan tersebut, Rektor Universitas PGRI Semarang Dr Muhdi SH MHum menyampaikan, “Bahasa Indonesia bukan satu-satunya bahasa di Indonesia, namun menjadi bahasa pemersatu. Peran bahasa daerah atau bahasa ibu juga sangat penting, selain sebagai identitas kedaerahan, juga sebagai wujud keberagaman budaya dalam kebersamaan”. Sementara Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPGRIS Dra Asropah MPd menuturkan, “Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional dimanfaatkan untuk mengadakan lomba Tari Kreasi Jawa, Dongeng, danm Macapat. Dengan lomba itu, anak-anak diajak untuk memahami kembali esensi bahasa ibu. Harapannya, anak-anak tidak melupakan bahasa ibu”.